Wikipedia

Hasil penelusuran

Selasa, 28 Desember 2010

Indonesia Harus Bisa


Indonesia Harus Bisa
Jakarta. Laga final leg kedua malam nanti di SUGBK menjadi penentuan bagi Indonesia. Kemenangan minimal 4-0 harus diraih demi direngkuhnya gelar juara.
Kabar kurang menyenangkan harus dihadapi tim Merah Putih. Pasalnya dalam tiga edisi terakhir, tim yang kalah di leg pertama tidak pernah menjadi juara saat melakoni pertandingan berikutnya pada leg kedua. Tim Garuda sendiri pernah mengalami hal tersebut di edisi tahun 2004.
Kans Indonesia memang cukup kecil, peluang memang berat. Meski begitu harapan masih tetap ada. “Winners never quit,” tulis pemain blasteran Irfan Bachdim dalam akun twitternya @irfanbachdim10 pasca kekalahan di Bukit Jalil. Sementara pemain comparison Bambang Pamungkas dalam situs pribadinya menyatakan bahwa Indonesia masih bisa.
Riedl mengatakan mental pemain tetap stabil pasca kekalahan dari Malaysia. Catatan kandang Indonesia kala bertemu Malaysia juga positif. Terlebih di Piala AFF 2010, tim Merah Putih juga tampil impresif kala berlaga di markas sendiri. Jadi, ini adalah saatnya bagi Garuda untuk membongkar “kemapanan” pola yang sudah terjadi dalam tiga edisi terakhir.(*)

Selasa, 02 November 2010

LONTAR - Daya Serap Emisi Hutan TNMB Akan Dijual


Daya Serap Emisi Hutan TNMB Akan Dijual
LONTAR NEWS, JEMBER. Persoalan kehutanan yang belakangan diketahui hamparannya sudah banyak mengalami penyusutan, terus menjadi perhatian masyarakat di seluruh dunia. Ini karena, terjadinya penyusutan lahan hutan yang menjadi paru dunia tersebut, telah berdampak luas terhadap kehidupan di bumi.
Setidaknya suhu panas bumi kian menjadi tinggi, serta datangnya musim hujan dan kemarau semakin sulit diprediksi. Akibatnya, petani kerap mengalami kesulitan untuk melakukan budidaya pertaniannya.

Setidaknya suhu panas bumi kian menjadi tinggi, serta datangnya musim hujan dan kemarau semakin sulit diprediksi. Akibatnya, petani kerap mengalami kesulitan untuk melakukan budidaya pertaniannya.
Munculnya ketidakpastian datangnya musim yang sangat berpengaruh terhadap budidaya pertanian ini, sebagai salah satu akibat dari semakin hilangnya rerimbunan hutan yang menjadi penyerap emisi. Tak pelak, suhu bumi pun berubah menjadi semakin panas.
Karena itu untuk mengatasi banyaknya persoalan yang muncul berkait dengan pemanasan global ini, perlu adanya pemberian penyadaran kepada masyarakat soal fungsi dan kondisi hutan bagi kelangsungan kehidupan. Selain itu juga perlu adanya pemberian pengertian soal emisi dan kadar karbon pada tumbuhan.
Kepala Dinas Perkebunan dan Kehutanan, Kabupaten Jember, Ir Totok Haridjanto, M.Si, menyatakan dukungannya atas upaya memberikan pemahaman soal emisi dan kadar karbon pada tanaman kepada masyarakat yang dilakukan Litbang, Kementerian Kehutanan yang bekerja sama dengan Taman Nasional Meru Betiri (TNMB). Karena melalui kegiatan seperti itu, setidaknya bisa diharapkan pemahaman masyarakat terhadap kondisi alam dan hutan serta fungsinya untuk kehidupan, akan semakin membaik. Sehingga ke depan, diharapkan ada pemahaman dari masyarakat betapa pentingnya melestarikan keberadaan sebuah hutan.
Dalam kegiatan pelatihan yang bertajuk, Pelibatan Masyarakat Dalam Pengukuran, Pelaporan dan Verifikasi yang digelar di Hotel Panorama beberapa waktu lalu, para narasumber yang berasal dari Universitas Brawijaya dan Litbang Kehutanan, menjelaskan secara detail perihal hutan dan kondisinya saat ini, sebagai akibat dari terjadinya deforetasi dan degradasi.
Selain itu juga disampaikan soal bagaimana cara mengetahui kadar karbon pada pepohonan, serta apa yang dimaksud dengan emisi. “Kegiatan seperti ini sangat bermanfaat untuk memberikan pemahaman, penyadaran sekaligus pengetahuan kepada masyarakat, bagaimana sebenarnya kondisi hutan kita saat ini dan apa yang perlu dilakukan,” kata Totok.
Dikatakan Totok, bahwa salah satu penyebab semakin menyusutnya lahan hutan yang ada saat ini, diataranya karena terjadinya deforestasi, yaitu berubahnya fungsi hutan, baik menjadi ladang atau berubah menjadi lahan belukar tanpa pepohonan setelah dijarah. “Degradasi adalah semakin menurunnya kualitas hutan, karena itu kondisi yang seperti ini perlu mendapat penanganan dengan cepat,” ujarnya.
Pelatihan untuk pengukuran dan pelaporan serta verikiasi kondisi tanaman dan hutan di Jember, utamanya TNMB tersebut, menurut Totok bertujuan untuk mengurangi emisi dari deforestasi dan degradation (Reducing Emition from Reforestation and Degradation/REDD). “Penyebab terjadinya penurunan kualitas hutan, bias karena peladangan, pemukiman atau pembangunan liar,”jelasnya.
Di lain pihak, Kepala Litbang, Kementrian Kehutanan, Dr Kirsfianti Ginoga, menjelaskan, bahwa kegiatan yang dilaksanakannya di Hotel Pnorama itu, sebagai bentuk upaya untuk memberdayakan masyarakat, selain juga untuk mengembalikan fungsi dan kondisi hutan. Diharapkan lewat pelatihan yang diberikan, masyarakat dapat memberikan kontribusi terhadap REDD.
Pelatihan pengukuran emisi CO2 yang bisa dijual ke negara maju ini, lanjut Kirs, diharapkan akan mampu mengembalikan fungsi dan kondisi seperti sediakala. Karena sesuai tawaran yang diajukan, Negara maju bersedia memberikan kontribusi untuk pemberdayaan masyarakat dan reboisasi hutan, kalau Indonesia mampu mengurangi emisinya hingga 5 %. “Setelah dilakukan pengukuran, nantinya tiap-tiap tanaman akan diketahui C02-nya, sampai seberapa besar emisi yang bisa disimpan,” paparnya.(Indra)

Kamis, 12 Agustus 2010

LONTAR - Khotbah Rasulullah SAW Menjelang Ramadhan

Khotbah ini diriwayatkan Imam Ali bin Abi Tholib RA.
Wahai manusia! sungguh telah datang kepada kalian bulan Allah yang membawa berkah, rahmat, dan maghfirah, bulan yang paling mulia di sisi Allah. Hari-harinya adalah hari-hari yang paling utama, malam-malam di bulan Ramadhan adalah malam-malam yang paling utama, jam demi jamnya adalah jam yang paling utama.
Inilah bulan yang ketika engkau diundang menjadi tamu Allah dan dimuliakan oleh-Nya. Pada bulan ini napasmu menjadi tasbih, tidurmu menjadi ibadah, amal-amalmu diterima, dan doa-doa diijabah. Bermohonlah kepada Allah, Rabb-mu dengan hati yang tulus dan hati yang suci agar Allah membimbingmu untuk melakukan shaum dan membaca kitab-Nya. Sungguh celakalah orang yang tidak mendapatkan ampunan Allah pada bulan yang agung ini.
Kenanglah rasa lapar dan hausmu sebagaimana kelaparan dan kehausan pada hari Kiamat. Bersedekahlah kepada kaum fuqara dan masakin. Muliakanlah orang tuamu. Sayangilah yang muda. Sambungkanlah tali persaudaraan. Jaga lidahmu. Tahan pandangan dari apa yang tidak halal kamu memandangnya. Dan tahan pula pendengaranmu dari apa yang tidak halal kamu mendengarkannya.
Kasihinilah anak-anak yatim, niscaya anak-anak yatimmu akan dikasihani manusia. Bertaubatlah kepada Allah dari dosa-dosamu. Angkatlah tangan-tanganmu untuk berdoa di waktu salatmu karena saat itulah saat yang paling utama ketika Allah Azza wa Jalla memandang hamba-hamba-Nya, Dia menyambut ketika mereka memanggil-Nya, dan Dia mengabulkan doa-doa ketika mereka bermunajat kepada-Nya.
Wahai manusia! Sesungguhnya diri kalian tergadai karena amal-amal kalian, maka bebaskanlah dengan istighfar. Punggung-punggungmu berat karena beban dosamu, maka ringankanlah dengan memperpanjang sujudmu. Ketahuilah, Allah SWT bersumpah dengan segala kebesaran-Nya bahwa Dia tidak akan mengazab orang-orang yang bersujud, tidak mengancam mereka dengan neraka pada hari manusia berdiri di hadapan Rabbul 'Alamin.
Wahai manusia! Barangsiapa di antaramu memberi makan untuk berbuka kepada kaum mukmin yang melaksanakan shaum di bulan ini, maka di sisi Allah nilainya sama dengan membebaskan seorang budak dan dia diberi ampunan atas dosa-dosa yang lalu. Para sahabat bertanya, "Kami semua tidak akan mampu berbuat demikian". Lalu RasuluLlah SAW melanjutkan khotbahnya. Jagalah diri kalian dari api neraka walau hanya dengan setitik air.
Wahai manusia! Barangsiapa yang membaguskan akhlaknya di bulan ini, dia akan berhasil melewati shiraathal mustaqiim, pada hari ketika kaki-kaki tergelincir. Barangsiapa yang meringankan pekerjaan orang-orang yang dimiliki tangan kanannya dan membantunya di bulan ini, maka Allah akan meringankan pemeriksaannya di hari Kiamat.
Barangsiapa yang menahan kejelekannya di bulan ini, Allah akan menahan murka-Nya pada hari dia berjumpa dengan-Nya. Barangsiapa yang memuliakan anak yatim di bulan ini, Allah akan memuliakannya di hari berjumpa dengan-Nya, dan barangsiapa yang menyambungkan tali silaturahmi di bulan ini, Allah akan menghubungkan dia dengan rahmat-Nya pada hari dia berjumpa dengan-Nya. Dan barangsiapa yang memutuskan silaturahmi di bulan ini, Allah akan memutuskan dia dari rahmat-Nya.
Siapa yang melakukan salat sunnah di bulan Ramadhan, Allah akan menuliskan baginya kebebasan dari api neraka. Barangsiapa yang melakukan salat fardu, baginya ganjaran seperti 70 salat fardu di bulan yang lain.
Barang siapa yang memperbanyak salawat kepadaku di bulan ini, Allah akan memberatkan timbangannya pada hari ketika timbangan meringan. Barang siapa yang pada bulan ini membaca satu ayat Al-Qur-an, ganjarannya sama dengan mengkhatamkan Al-Qur-an di bulan-bulan yang lain.
Wahai manusia! Sesungguhnya pintu-pintu surga dibukakan bagimu, maka mintalah kepada Tuhanmu agar tidak akan pernah menutupkannya bagimu. Pintu-pintu mereka tertutup maka mohonkanlah kepada Rabb-mu agar tidak akan pernah dibukakan bagimu. Setan-setan terbelenggu, maka mintalah kepada Tuhanmu agar mereka tidak pernah lagi menguasaimu.
Lalu Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib RA berdiri dan berkata: "Ya Rasulullah, amal apa yang paling utama di bulan ini". Rasul SAW yang mulia menjawab: “Ya Abul Hasan, amal yang paling utama di bulan ini adalah menjaga diri dari apa yang diharamkan Allah SWT.”(*) SELAMAT MENUNAIKAN IBADAH PUASA, MOHON MAAF LAHIR BATHIN

Senin, 11 Januari 2010

LONTAR: Kerajaan Sadeng dan Blambangan


Kerajaan Sadeng dan Blambangan di Kabupaten Jember
Oleh : Indra G Mertowijoyo
Penetapan hari jadi Pemerintah Kabupaten Jember, yang mendasarkan pada diberlakukannya Staatsblad nomor 322 tanggal 9 Agustus 1928, pada 1 Januari 1929, menjadikan sejumlah masyarakat kecewa. Karena sumber penetapan hari jadi seperti itu sama artinya mengakui keberadaan Pemerintahan Hindia Belanda. Padahal di Kabupaten Jember, sebelumnya juga pernah berdiri sebuah kerajaan, yaitu Sadeng.

***********
Tanggal 1 Januari 2009, Pemerintah Kabupaten Jember, memasuki usianya yang ke 81. Suatu usia yang bagi sebuah kota atau daerah, sebenarnya terbilang masih sangat muda, bila dibanding daerah lain yang sudah mencapai ratusan tahun.
Mudanya usia Kabupaten Jember ini memang tidak bisa dihindari. Karena dari catatan yang ada, Pemerintah Kabupaten Jember, resmi ada sejak tanggal 1 Januari 1929. Sebelum itu, Jember masih berstatus sebagai daerah Kepatihan atau bawahan dari Karesidenan Besuki, yang berkedudukan di Bondowoso.
Bersama Bondowoso, saat itu Jember dipimpin oleh seorang Patih, yang bertanggung jawab kepada Resident Belanda, di Bondowoso. Patih pertama untuk Jember ketika itu, Raden Ngabehi Astro Dikoro. Ia menjabat sebagai patih di Jember dari tahun 1805-1908.
Jember baru resmi dinyatakan sebagai regenscap/kabupaten, setelah Pemerintah Hindia Belanda, mengeluarkan Staatsblad nomor 322 tanggal 9 Agustus 1928, dan ditertibkan 
secara resmi oleh De Aglemeene Secretaris (Sekretaris Umum Pemerintah Hindia Belanda), G.R Erdbrink, pada tanggal 21 Agustus 1928.
Dalam staatsblad tersebut dijelaskan, bahwa Pemerintah Hindia Belanda telah mengeluarkan ketentuan tentang penataan kembali pemerintahan desentralisasi di wilayah Propinsi Jawa Timur. Ini antara lain menunjuk Regenschap Djember sebagai masyarakat kesatuan hukum yang berdiri sendiri.
Semua ketentuan yang dijabarkan dalam staatsblad ini dinyatakan berlaku mulai tanggal 1 Januari 1929, sebagaimana disebutkan pada artikel akhir dari staatblad ini. Hal inilah yang kemudian memberikan keyakinan kuat kepada Pemerintah Kabupaten Jember, bahwa secara hukum Kabupaten Jember dilahirkan pada tanggal 1 Januari 1929 dengan sebutan Regenschap Djember dan R.T. Ario Noto Hadinegoro sebagai Regent/Bupati pertama Kabupaten Jember.
Dilihat dari rujukan yang digunakan, penetapan tanggal 1 Januari sebagai Hari Jadi Pemerintah Kabupaten Jember, memang tidak salah. Hanya saja, penetapan hari jadi dengan merujuk pada ketentuan yang dikeluarkan pemerintah Hindia Belanda, oleh sejumlah kalangan dan cerdik pandai, dinilai sangat tidak pas.
Karena sama artinya hal itu mengakui keberadaan pemerintahan penjajah Belanda, yang di mata masyarakat Indonesia, tidak lebih sebagai pembawa kesengsaraan sepanjang ratusan tahun. Karena itu, ada baiknya kalau penilaian masyarakat maupun para ahli sejarah yang seperti ini, bisa dijadikan sebagai bahan renungan.
Karena disadari atau tidak, penilaian itu menempatkan Kabupaten Jember, sebagai daerah yang tidak jelas latar belakang sejarahnya. Tidak seperti daerah lain yang lebih berani memilih peristiwa heroik sebagai acuan untuk menetapkan hari jadi/ulang tahun bagi daerahnya.
Padahal, kalau saja Pemkab Jember, sedikit mau membuka dan menguak sejarah peradaban kuno Kabupaten Jember, ada beberapa peristiwa yang mestinya bisa dijadikan bahan pertimbangan untuk menentukan Hari Jadi Kabupaten Jember. Lihat saja Prasati Watu Gong, di Kaliputih, Rambipuji, dengan candrasengkala Parvatesvara yang diperkirakan berasal dari abad 5-6 M, atau  Kakawin Negarakretagama, Serat Pararaton serta Prasasti Congapan, dengan tulisan Tlah Sanak Pangilanganku atau 1088 M, yang berhasil ditemukan di Desa Karang Bayat, Kecamatan Sumberbaru.
Dalam Kakawin Negarakretagama disebutkan, jauh sebelum pemerintahan Prabu Hayam Wuruk (Kerajaan Majapahit), di daerah Jember atau tepatnya di kawasan Kecamatan Puger, pernah berdiri kerajaan kecil. Nama kerajaan ini dalam kita kuno tulisan Mpu Prapanca, disebut Sadeng dan terletak di sekitar muara Sungai Bedadung.
Kerajaan Sadeng ini akhirnya hancur, setelah pasukan Majapahit, pada masa pemerintahan Prabu Tribuwana Tunggadewi (1328-1350), menumpas habis. Penyerbuan tentara Majapahit ke Kerajaan Sadeng, yang dikenal dengan nama ekspedisi Pasadeng ini dipimpin oleh Patih Gajah Mada.
Dalam Kakawin Negarakretagama ditulis, bahwa penghancuran Kerajaan Sadeng oleh tentara Majapahit terjadi pada tahun 1331 AD (Anno Domini). Dari penjelasan Kitab Negarakretagama, yang selesai digubah oleh penulisanya, Mpu Prapanca, pada bulan Aswina1287 Saka (September Oktober 1365, hal. 299), setidaknya ada gambaran, bahwa di wilayah Kabupaten Jember pada masa itu telah terjadi peristiwa heroik, dimana masyarakat Sadeng (baca: Kabupaten Jember) melakukan perlawanan atas agresi Majapahit.
Penjelasan Negarakretagama ini juga menunjukkan, meski pada saat itu Kota Jember sendiri belum menjadi pusat kegiatan budaya dan politik, namun untuk beberapa daerahnya yang saat ini menjadi bagian dari wilayah Kabupaten Jember, pernah menjadi pusat kegiatan politik atau pemerintahan. Bukti adanya kegiatan budaya dan politik di wilayah Kabupaten Jember ini, bisa dilihat dari serangan Majahapit atas Sadeng, negara kecil yang terletak di kawasan pantai selatan, Kecamatan Puger.
Majapahit sebagai negara besar, agaknya tidak ingin melihat Sadeng menjadi penghalang bagi cita-citanya dalam memperluas wilayah kekuasaannya. Lebih dari itu, Majapahit juga tidak ingin melihat Sadeng, yang letaknya tidak jauh dari ibukota Majapahit, tetap menjadi negara berdaulat, karena akan mengurangi kebesarannya.
Karena itu dengan segenap kekuatannya, Tribuwana Tunggadewi berusaha menurunkan pasukannya dalam jumlah besar untuk menghancurkan Sadeng. Hebatnya lagi, pada penaklukan Sadeng yang dikenal dengan nama Pasadeng tersebut, pasukan Majapahit di bawah komando langsung seorang panglima terkenal, bernama Patih Gajah Mada.
Kitab Negarakretagama, pada pupuh XLIX, pasal 3, mencatat peristiwa Sadeng dengan candrasengkala api memanah hari (1253), atau 1331 AD, Sirna musuh di Sadeng. Sedang Serat Pararaton, mencatat peristiwa Sadeng dengan candrasengkala kaya bhuta non daging (Tindakan Unsur Lihat Daging), 1256 Saka. Baik Negarakretagama maupun Pararaton menyebut peristiwa Sadeng bersamaan dengan penundukan Keta di Panarukan, Situbondo.
Nah, dari dua dokumen penting dalam menentukan sejarah lahirnya Jember ini, ada gambaran, bahwa Staatblad Belanda yang dijadikan patokan lahirnya Kabupaten Jember selama ini, sebenarnya bukan satu-satunya sumber yang bisa dijadikan acuan. Masih ada sumber lain, yang bisa dijadikan acuan dalam menetapkan hari jadi Kabupaten Jember
Sekarang tinggal kita sebagai orang Jember, apakah dasar pijakan yang akan kita gunakan mengacu dari sudut pandang Nerlando Centries. Ataukah penetapan hari jadi Kabupaten Jember harus kita kaji ulang dengan menggunakan sudut pandang Indonesia Centries.

Masyarakat Asli Kabupaten Jember
Selama ini, di kalangan masyarakat banyak yang beranggapan bahwa Jember pada masa lalu (jaman kuno), tidak ada penghuninya. Atau dengan kata lain, daerah yang saat ini menjadi wilayah Kabupaten Jember, merupakan hutan belantara atau tanah tak bertuan yang hanya dihuni binatang buas.
Anggapan seperti ini, seharusnya tidak pernah ada kalau saja masyarakat Jember, sedikit mengetahui sejarah daerahnya sendiri. Karena fakta sejarah adanya kehidupan masyarakat di Kabupaten Jember, sebenarnya sudah ada sejak jaman dahulu kala, bahkan diperkirakan sebelum berdirinya Kerajaan Majapahit.
Ini bisa dilihat dari kunjungan Raja Majapahit ke 4, Prabu Hayam Wuruk, ke daerah kekuasaannya di wilayah timur (Lumajang) pada tahun Saka seekor-naga-menelan bulan (1281) atau 1359 Masehi. Pada kunjungan ini, Mpu Prapanca, yang bertindak sebagai pencatat perjalanan Prabu Hayam Wuruk, menulis nama sejumlah daerah yang saat ini masuk wilayah Kabupaten Jember.
Diantara nama daerah di wilayah Kabupaten Jember yang ditulis dalam Kakawin Negarakretagama pupub XXII, antara lain Kunir Basini, Sadeng (Puger), Balung, Kuta Blater, Bacok (Ambulu), Renes (Wirowongso, Ajung). Berdasarkan kakawin tersebut, saat memasuki wilayah Jember, Hayam Wuruk sempat bermalam di Sadeng (Puger). Malam berganti malam Baginda pesiar menikmati alam Sarampuan. Sepeninggalnya beliau menjelang kota Bacok bersenang-senang di pantai, heran memandang karang tersiram riak gelombang berpancar seperti hujan.
Dalam kitab Negarakretagama itu juga dikatakan, setelah bermalam di Sadeng, sang penulis (Prapanca) tidak ikut berkunjung ke Bacok, tapi pergi menyidat jalan. Dari Sadeng ke utara menjelang Balung, terus menuju Tumbu dan Habet, Galagah, Tampaling, kemudian beristirahat di Renes seraya menanti Baginda Hayam Wuruk.
Pada peristiwa lain, setelah Kerajaan Majapahit hancur, di wilayah timur Jawa Timur terjadi perebutan pengaruh antara Kerajaan Demak yang bercorak Islam dengan Kerajaan Blambangan yang bercorak Hindu. Kerajaan Demak yang berambisi besar untuk menguasai Pulau Jawa bagian timur, berusaha menaklukkan Blambangan yang merupakan kerajaan bercorak Hindu.
Namun untuk mencapai tujuan itu, Demak terlebih dahulu harus menaklukkan Pasuruan, yang merupakan kekuatan Isalam terbesar di wilayah timur Jawa Timur. Pada tahun 1545, Kerajaan Demak di bawah pimpinan Sultan Trenggono, berhasil menaklukkan Pasuruan.
Tahun berikutnya, 1546, setelah berhasil menguasai Pasuruan, Kerajaan Demak kembali berusaha menguasai Kerajaan Blambangan, yang beribukota di Panarukan. Penyerangan yang dilakukan Demak berhasil menguasai Panarukan, ibukota Blambangan, namun dalam peristiwa itu Sultan Trenggono terbunuh. Tahun 1601, setelah Panarukan dikuasai Demak, pemerintahan Blambangan lebih memilih mundur dan memindahkan pusat pemerintahannya ke selatan, tepatnya di Kuto Dawung (Kedawung), Desa Paleran, Kecamatan Umbulsari, Jember. Di pusat pemerintahan yang baru ini, Blambangan di bawah pemerintahan dinasti baru, yakni Tawang Alun
Sekilas dari catatan dokumen sejarah ini, bisa diambil satu pemahaman, bahwa jauh sebelum kerajaan Majapahit berdiri, di wilayah Kabupaten Jember, sudah ada pemukiman penduduk. Tidak hanya itu, bahkan sebelum kunjungan Hayam Wuruk ke wilayah timur, di daerah Kabupaten Jember sekarang, juga sudah ada kegiatan politik yang pusatnya berada di Sadeng (Puger).
Dari catatan sejarah ini menunjukkan, bahwa Kabupaten Jember, pada masa dulu bukanlah daerah yang tidak bertuan atau hutan belantara. Di daerah Kabupaten Jember, pada masa dulu atau jauh sebelum Patih Astro Dikoro, (Patih afdeling Djember) sudah ada lembaga pemerintahan.
Adanya lembaga pemerintahan itu sudah barang tentu menunjukkan adanya kehidupan masyarakat yang sudah mulai teratur. Kalau memang Jember sudah sejak lama ada pemerintahan dan komunitas masyarakat, lalu apa nama dari masyarakat tersebut ?. Nah inilah yang menjadi pekerjaan rumah (PR) para ahli dan pemerhati sejarah Kabupaten Jember.
Hanya saja menurut prakiraan, masyarakat yang tinggal di daerah-daerah di wilayah Kabupaten Jember sekarang, masih dari rumpun Suku Jawa. Sama dengan daerah lain, seperti Lumajang yang sampai saat ini tidak diketahui apa nama dari komunitas masyarakat yang mendiami daerah tersebut.
Padahal kalau melihat sejarahnya, Lumajang merupakan ibukota pemerintahan Majapahit bagian timur pada masa Prabu Jayanegara. Negara Lumajang atau Lamajang ini hancur serta pemimpinnya, Nambi, tewas setelah diserang Majapahit bagian barat pada tahun 1361. (*).