Wikipedia

Hasil penelusuran

Selasa, 02 November 2010

LONTAR - Daya Serap Emisi Hutan TNMB Akan Dijual


Daya Serap Emisi Hutan TNMB Akan Dijual
LONTAR NEWS, JEMBER. Persoalan kehutanan yang belakangan diketahui hamparannya sudah banyak mengalami penyusutan, terus menjadi perhatian masyarakat di seluruh dunia. Ini karena, terjadinya penyusutan lahan hutan yang menjadi paru dunia tersebut, telah berdampak luas terhadap kehidupan di bumi.
Setidaknya suhu panas bumi kian menjadi tinggi, serta datangnya musim hujan dan kemarau semakin sulit diprediksi. Akibatnya, petani kerap mengalami kesulitan untuk melakukan budidaya pertaniannya.

Setidaknya suhu panas bumi kian menjadi tinggi, serta datangnya musim hujan dan kemarau semakin sulit diprediksi. Akibatnya, petani kerap mengalami kesulitan untuk melakukan budidaya pertaniannya.
Munculnya ketidakpastian datangnya musim yang sangat berpengaruh terhadap budidaya pertanian ini, sebagai salah satu akibat dari semakin hilangnya rerimbunan hutan yang menjadi penyerap emisi. Tak pelak, suhu bumi pun berubah menjadi semakin panas.
Karena itu untuk mengatasi banyaknya persoalan yang muncul berkait dengan pemanasan global ini, perlu adanya pemberian penyadaran kepada masyarakat soal fungsi dan kondisi hutan bagi kelangsungan kehidupan. Selain itu juga perlu adanya pemberian pengertian soal emisi dan kadar karbon pada tumbuhan.
Kepala Dinas Perkebunan dan Kehutanan, Kabupaten Jember, Ir Totok Haridjanto, M.Si, menyatakan dukungannya atas upaya memberikan pemahaman soal emisi dan kadar karbon pada tanaman kepada masyarakat yang dilakukan Litbang, Kementerian Kehutanan yang bekerja sama dengan Taman Nasional Meru Betiri (TNMB). Karena melalui kegiatan seperti itu, setidaknya bisa diharapkan pemahaman masyarakat terhadap kondisi alam dan hutan serta fungsinya untuk kehidupan, akan semakin membaik. Sehingga ke depan, diharapkan ada pemahaman dari masyarakat betapa pentingnya melestarikan keberadaan sebuah hutan.
Dalam kegiatan pelatihan yang bertajuk, Pelibatan Masyarakat Dalam Pengukuran, Pelaporan dan Verifikasi yang digelar di Hotel Panorama beberapa waktu lalu, para narasumber yang berasal dari Universitas Brawijaya dan Litbang Kehutanan, menjelaskan secara detail perihal hutan dan kondisinya saat ini, sebagai akibat dari terjadinya deforetasi dan degradasi.
Selain itu juga disampaikan soal bagaimana cara mengetahui kadar karbon pada pepohonan, serta apa yang dimaksud dengan emisi. “Kegiatan seperti ini sangat bermanfaat untuk memberikan pemahaman, penyadaran sekaligus pengetahuan kepada masyarakat, bagaimana sebenarnya kondisi hutan kita saat ini dan apa yang perlu dilakukan,” kata Totok.
Dikatakan Totok, bahwa salah satu penyebab semakin menyusutnya lahan hutan yang ada saat ini, diataranya karena terjadinya deforestasi, yaitu berubahnya fungsi hutan, baik menjadi ladang atau berubah menjadi lahan belukar tanpa pepohonan setelah dijarah. “Degradasi adalah semakin menurunnya kualitas hutan, karena itu kondisi yang seperti ini perlu mendapat penanganan dengan cepat,” ujarnya.
Pelatihan untuk pengukuran dan pelaporan serta verikiasi kondisi tanaman dan hutan di Jember, utamanya TNMB tersebut, menurut Totok bertujuan untuk mengurangi emisi dari deforestasi dan degradation (Reducing Emition from Reforestation and Degradation/REDD). “Penyebab terjadinya penurunan kualitas hutan, bias karena peladangan, pemukiman atau pembangunan liar,”jelasnya.
Di lain pihak, Kepala Litbang, Kementrian Kehutanan, Dr Kirsfianti Ginoga, menjelaskan, bahwa kegiatan yang dilaksanakannya di Hotel Pnorama itu, sebagai bentuk upaya untuk memberdayakan masyarakat, selain juga untuk mengembalikan fungsi dan kondisi hutan. Diharapkan lewat pelatihan yang diberikan, masyarakat dapat memberikan kontribusi terhadap REDD.
Pelatihan pengukuran emisi CO2 yang bisa dijual ke negara maju ini, lanjut Kirs, diharapkan akan mampu mengembalikan fungsi dan kondisi seperti sediakala. Karena sesuai tawaran yang diajukan, Negara maju bersedia memberikan kontribusi untuk pemberdayaan masyarakat dan reboisasi hutan, kalau Indonesia mampu mengurangi emisinya hingga 5 %. “Setelah dilakukan pengukuran, nantinya tiap-tiap tanaman akan diketahui C02-nya, sampai seberapa besar emisi yang bisa disimpan,” paparnya.(Indra)