Wikipedia

Hasil penelusuran

Minggu, 14 Oktober 2012

LONTAR - Tolak Pabrik Gula Baru Berbahan Baku Impor

Jember – LONTARNEWS. Daerah penghasil gulan terbesar di Indonesia, Jawa Timur, bakal menghadapi ancaman berat. Ini setelah munculnya sinyelemen, berdirinya pabrik gula baru yang diduga menggunakan bahan baku gula mentah impor. Tanda-tanda akan didirikannya pabrik gula baru tersebut, diakui Ketua Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), H Arum Sabil, sudah muncul. Karena itu, dengan tegas sejak dini Arum menyatakan penolakannya atas kehadiran pabrik gula baru di Jawa Timur. Penolakan ini disampaikan, apabila pabrik gula baru yang akan didirikan hanya mengolah bahan baku gula mentah impor."Sudah masuk tanda-tanda pengusaha mendirikan pabrik gula di Jawa Timur, tapi berbahan baku gula mentah impor. Ini akan didirikan di beberapa titik, salah satunya di Madiun dan Tuban," kata Arum Sabil, kepada Wakil Gubernur Jawa Timur, Saifullah Yusuf, dalam acara Temu Wicara dengan Wakil Gubernur Jawa Timur, di kediamannya di Jember, Minggu (14/10/2012). Keberatan Arum atas berdirinya pabrik gula baru ini, karena akan merugikan petani dan pabrik gula yang telah berdiri puluhan dan ratusan tahun. "Pabrik baru kita sambut dengan gembira. Yang jelas bahan bakunya harus tebu. Kalau bahan bakunya gula mentah impor ini sangat berbahaya," tambahnya. Karena itu, Arum meminta Pemerintah Provinsi Jatim berhati-hati dalam menyetujui pabrik gula, dengan kedok investasi memakmurkan rakyat. "Tidak semua petani mengerti dampaknya. Ini akan berbahaya dalam jangka panjang," katanya. Arum mencontohkan pabrik gula di Jawa Barat. "Kapasitas terpasang berbahan tebu tidak sampai 6 ribu ton per tahun. Tapi output gula mentah saja 100 ribu ton. Ini tidak masuk akal," katanya. Arum menyarankan agar pemerintah berupaya meningkatkan produksi tanaman tebu dan merevitalisasi pabrik gula saat ini. "Sehingga mencapai ikumsa sama dengan gula rafinasi," katanya. Selama ini Pemprov melarang gula impor masuk, karena ada surplus di Jatim. Jatim adalah pemasok 50 persen guila nasional. Produksi gula nasional 2,5-2,6 juta ton. Produksi 33 pabrik gula di Jatim 1,2 juta ton per tahun. Kebutuhan gula di Jatim maksimal 500 ribu ton. "Maka ada persoalan serius, gula dari Jatim tak bisa keluar, karena di luar Jawa dipenuhi gula impor," kata Arum. Saifullah Yusuf mengatakan, keberatan dari Arum cukup rasional. "Selama tidak menggunakan bahan baku tebu dari petani kan merugikan sekali. Saya akan sampaikan ke Pak Gubernur," katanya. (*)

LONTAR - Perlu Adanya Sinergitas Antara Pemda dan BUMN

Jember – LONTARNEWS. Menanggapi kritik Bupati MZA Djalal, atas tidak adanya sumbangsih BUMN Perkebunan terhadap daerah dan perbaikan kehidupan rakyat di sekitar perkebunan, Wakil Gubernur Jawa Timur, Drs Saifullah Yusuf, memandang perlu adanya revitalisasi hubungan antara pemerintah daerah dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Sektor Perkebunan. Gus Ipul – panggilan akrab Syaifullah Yusuf, memandang perlu Pemda dan BUMN melakukan sinergi. Sehingga dengan demikian, daerah merah (kantong kemiskinan di sekitar perkebunan) bisa menjadi hijau, subur, dan lebih sejahtera. "Kita terus terang mengapresiasi semangat Pak Djalal. Memang faktanya daerah perkebunan menjadi salah satu daerah merah, kantong kemiskinan. Maka itu perlu ada semacam sistem, revitalisasi hubungan antara perkebunan dan pemerintah daerah," kata Gus Ipul, di kediaman tokoh petani tebu, HM Arum Sabil, di Tanggul, Jember, Jawa Timur, Minggu (14/10/2012). Upaya untuk mengentas kemiskinan di daerah titik merah sekitar perkebunan, menurut Gus Ipul sebenarnya bisa dilakukan melalui tanggungjawab sosial perusahaan (CSR). Karena itu perlu adanya sinergitas antara pihak perkebunan dengan pemerintah daerah "Kalau ada perumahan karyawan perkebunan, bagaimana pendidikannya di situ? Seperti pa? Peningkatan kesejahteraan lain seperti apa? Infrastruktur, jaminan sosial, masa depan anak-anak, pelayanan kesehatan, sehingga buruh ini ketika tak produktif lagi masa depan terjamin," katanya. Sebelumnya, dalam suatu kesempatan Bupati Jember, menyatakan kekecewaannya atas tidak adanya kontribusi perusahaan perkebunan terhadap nasib masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Masyarakat yang tinggal di sekitar perkebunan, selama ini hanya sebatas dijadikan pekerja biasanya."Kita punya potensi luar biasa. Saya pernah ngomong kepada Menteri BUMN: Pak, tolong (diperhatikan) BUMN di Kabupaten Jember, khususnya kebun. Uang disedot dilarikan
terus ke Jakarta. Rakyat saya tidak dapat apa-apa. Mereka memang dapat kerjaan, dapat uang, tapi itu kan karena mereka bekerja. Jadi (BUMN perkebunan) kayak VOC kan?" kata Djalal beberapa waktu lalu.(*)